Pernyataan:
Sehat Indonesia berusaha menyaring dan hanya menyajikan informasi yang bermutu, namun setiap pandangan atau pendapat yang disajikan dalam portal ini adalah tanggung jawab masing-masing penulis.

Informasi di portal ini tidak bertujuan untuk menjadi pengganti diagnosis medis komprehensif. Semua konten, termasuk teks, grafik, gambar dan informasi, yang terdapat pada atau tersedia melalui portal sehat indonesia adalah sebagai informasi umum dan analisa pembanding. Semua informasi dapat berubah tanpa pemberitahuan.

Sehat indonesia tidak bertanggung jawab atas isi saran/diagnosa/terapi/kursus/jasa maupun informasi lainnya yang diperoleh dari praktisi kesehatan, produk maupun situs afiliasi (link) melalui portal ini.

Saya ini Ayah, Tapi Dibilang Goblog!


Laki-laki asli Tapanuli ini datang ke ruang terapi dengan tubuh membungkuk, letoy, suara lirih, sama sekali tidak percaya diri, berjabat tangan tanpa daya, dan wajah selalu tertunduk. Sama sekali tidak mencerminkan tipikal “bangsa asli tanah air kita” (Batak).

 

Ucok, panggillah begitu namanya, datang dengan keluhan tidak percaya diri dan dia ingin pindah kerja walaupun bos/pemilik perusahaan mencoba menahan karena dianggap sebagai karyawan paling setia, diandalkan dan dipercaya. Meskipun belum empat tahun bekerja, Ucok adalah karyawan terlama di perusahaan itu.

 

Selain tidak PD, Ucok punya keluhan hipertensi, gula darah tinggi, jantung sering berdebar tidak teratur dan tangan berkeringat dingin. Malam hari ia selalu terbangun dari tidur teringat pekerjaan kantor. Keluhan itu satu per satu mulai dia rasakan hampir tiga tahun belakangan, dan makin lama makin bertambah parah.

 

Dalam proses terapi, perasaan tidak percaya diri Ucok itu ternyata berakar pada peristiwa hampir empat tahun lalu, ketika ia menjadi karyawan baru. Bosnya wanita baik hati dan sangat religius, tapi kata-katanya selalu pedas, kasar dan tanpa perasaan.   

 

“Saya sebagai karyawan baru, manajer baru, dibilang goblog di depan anak buah saya,” ungkap Ucok di kursi terapi. Ucapan itu membuat shock dan menjatuhkan harga dirinya. Celakanya, kata-kata goblog, bego, bodoh, nggak punya otak itu berulang kali diucapkan si bos sehingga makin menghancurkan harga dirinya.

 

Di kantor yang dulu, owner maupun direktur sangat menghargainya; ia pindah kerja karena ingin mempelajari bidang yang berbeda.

 

“Tapi ternyata saya dibego-begoin, dibodoh-bodohin, digoblog-goblogin dan dibilang nggak punya otak  oleh seorang wanita. Saya ini seorang ayah, saya ini suami. Kan ada tata caranya kalau menegur bawahan,” kata Ucok sambil berurai air mata di kondisi rileksasi yang sangat dalam.

 

Rasa percaya diri Ucok menghilang setelah harga dirinya hancur. Namun setelah ia dapat melepaskan semua luka batin dan beban mentalnya, ia kembali menemukan rasa percaya diri dan harga diri itu.

 

Apa yang seketika terlihat berubah? Usai terapi wajahnya cerah. Saat pamit meninggalkan ruang terapi, Ucok bisa menjabat tangan dengan erat, senyumnya mengembang, suaranya penuh, dan tubuhnya berdiri tegak. Beberapa waktu kemudian ia terlihat bahagia, sehat, dan penuh rasa percaya diri di tempat kerjanya yang baru.

 

Dari pengalaman Ucok ini kita semakin belajar bahwa kata-kata memiliki kekuatan luar biasa bila diucapkan oleh figur otoritas. Terlihat jelas pula adanya hubungan antara pikiran dengan sikap/perilaku maupun fungsi tubuh. (Widya Saraswati  )