Ia tidak bisa disebut muda lagi, usianya sudah30 tahun, sulung dari tiga bersaudara. Sebutlah namanya Tony. Pernah ia kuliahdi jurusan elektro, dua tahun keluar lalu ambil programdiploma ekonomi. Karena bukan sarjana gelarnya, maka ia membeli ijasah S1.
Sudah berkali-kali Tony didorong keluarganya melamar kerja, selalu tidak sanggup. Bahkan sampai dibuatkan surat lamaran kerja oleh si adik dan diantar sang ibu mengikuti teskerja, tapi diam-diamTony kabur lewat pintu lain.
Tony yang tinggi,atletis, dan bertampang sangar itu ternyata sama sekali tidak punya nyali untuk bertanggungjawab atas hidupnya sendiri. Dia berharap uang warisan.
Apa yang sebenarnya terjadi? Di kursi terapi ditemukan, ternyata akar dari semua ketidakberdayaan dan ketidakmampuan Tony itu adalah kata-kata Mama dan Papanya. Kedua orangtua memiliki kebiasaanmemaki: “Brengsek!”
Di pikiran bawah sadar Tony kecil tertanam persepsi dirinya anak brengsek. “’Kan Mama Papa bilang aku brengsek!?” kataTony. Artinya brengsek adalah: nakal, malas, melalaikan tanggungjawab, mainmelulu, suka berantem, dan tidak berprestasi sepertiadiknya.
Karena orangtua sebagaifigur otoritasmenyatakan bahwa Tony brengsek, maka Tony pun tunduk patuh memerankan dirinyasebagai anak brengsek. Jadi, kalau setelah dewasa Tony brengsek, sebetulnya karena ia menjalankan apa yang dikatakan oleh orangtuanya.
Wahai para ayahdan ibu, sebaiknya berhati-hatilah dengan ucapan Anda, karena orangtua adalah figur otoritas yang dipercaya dan dipatuhi oleh anak-anak. Seperti halnya guru,pastur, ulama,banthe, oma dan opa maupun om dan tante. Your words become their destiny. ( Theodora Widya Saraswati )