Pernyataan:
Sehat Indonesia berusaha menyaring dan hanya menyajikan informasi yang bermutu, namun setiap pandangan atau pendapat yang disajikan dalam portal ini adalah tanggung jawab masing-masing penulis.

Informasi di portal ini tidak bertujuan untuk menjadi pengganti diagnosis medis komprehensif. Semua konten, termasuk teks, grafik, gambar dan informasi, yang terdapat pada atau tersedia melalui portal sehat indonesia adalah sebagai informasi umum dan analisa pembanding. Semua informasi dapat berubah tanpa pemberitahuan.

Sehat indonesia tidak bertanggung jawab atas isi saran/diagnosa/terapi/kursus/jasa maupun informasi lainnya yang diperoleh dari praktisi kesehatan, produk maupun situs afiliasi (link) melalui portal ini.

Kesehatan Mental dan Gangguan Delusional (1)


Akhir-akhir ini kita sering mendengar kata ‘delusi’. Tetapi sebenarnya, apa sih yang dimaksudkan dengan delusi itu?

Delusi yang dalam bahasa Indonesianya lebih dikenal dengan istilah ‘waham’, merupakan keyakinan palsu yang begitu dipercayai seseorang sebagai benar meskipun bukti-bukti justru menunjukkan sebaliknya. Sebagai gangguan, mereka dengan waham membangun alam pemikirannya dengan menggunakan inferensi atau rujukan dari dunia luarnya secara tidak tepat dan tidak akurat. Misalnya,
Teman anda keluar ruangan ketika anda masuk ke ruang atasan anda. Anda menjadi yakin bahwa teman anda membahas tentang anda dan bahwa dia membenci anda.
Jadi, interpretasi kejadian di luar diri, diinterpretasikan dengan salah. Karenanya bisa dikatakan, delusi merupakan kejadian dimana terjadi kesalahan penafsiran atau persepsi atas pengalaman riel yang dialami. Atau, kejadian biasa dilihat secara berlebihan atau dilebih-lebihkan dari kejadian nyatanya. Normalnya dalam keadaan tadi, misalnya, menafsirkan bahwa kebetulan saja teman anda sudah selesai pembahasannya dengan  atasan anda ketika anda masuk ke ruang kerja atasan anda. Jadi, bukan karena mereka kasak-kusuk tentang anda.  
Masalahnya, keyakinan yang salah tersebut sangat sulit digoyahkan dan tetap bertahan meskipun keyakinan-keyakinan tersebut tidak bisa diterima akal sehat orang-orang di sekitar. Demikianlah yang disebut waham. Si penafsir, mengalami kesulitan untuk melihat dari sisi lain dan tidak mampu melihat masalah dari penafsirannya tersebut. Kalau di dalam kasus tadi, anda kemudian merangkaikan kejadian-kejadian dan membuat inferensi yang salah bahwa teman anda itu mau menjatuhkan anda. Pemikiran seperti ini masuk ke dalam waham paranoid.  

Satu hal yang membuat waham sulit diatasi adalah karena sifatnya yang tidak logis, tidak masuk akal, tidak berdasarkan kenyataan atau fakta, berpusat pada diri, diyakini sepenuhnya sebagai fakta, sehingga sulit diperbaiki, diubah atau diluruskan. Orang dengan waham seperti mempunyai semacam ‘fanatisme’ pada pemikiran yang dianggapnya nyata. Akibatnya, segala cara untuk mematahkan keyakinan mereka akan dihadapi dengan resistensi. Dan biasanya baru dikatakan gangguan bilamana keyakinan salah tersebut dipegang selama minimal 1 bulan secara konsisten.
 
 
Gejala dan Tanda 
Waham tidak selalu harus teramat aneh kecuali bila juga disertai dengan gejala-gejala psikotik lainnya. Gangguan delusional ini karenanya bisa ada di antara skala atau spectrum pemikiran-pemikiran yang dinilai berlebihan (overvalued, dilebih-lebihkan), hingga pemikiran-pemikiran yang memang benar-benar sangat tidak masuk akal atau psikotik. Yang ringan, bisa seperti contoh di atas. Sesuatu yang bisa saja terjadi, tetapi tidak punya landasan yang kuat.

Pada spektrum yang paling parah, gangguan delusional ini bisa menjadi teramat aneh. Pada tahapan yang terparah, orang mengalami kesulitan sesungguhnya untuk membedakan apa yang benar ada dan apa yang semata ada di dalam kepalanya. Pada tahapan seperti ini, orang sudah tidak bisa berfungsi dalam keseharian secara wajar.  Contoh, waham dimana seseorang merasa bahwa ia adalah Kaisar Romawi, dan dunia dihayatinya sebagai Kaisar Romawi dan seluruh orang di sekitarnya adalah rakyatnya. Sudah tentu itu menyulitkannya untuk bekerja. Sementara kalau wahamnya adalah bahwa organ di dalam tubuhnya sudah diambil dan diganti dengan organ orang lain tanpa meninggalkan bekas luka sedikitpun, ia mungkin masih bisa bekerja dan berfungsi, meski pemikirannya bisa dianggap aneh.

Pada gangguan delusional atau waham yang non-psikotik, maka orang masih bisa bersosialisasi secara normal dan umumnya tidak berperilaku mencurigakan atau aneh, kecuali dalam soal keyakinan atau wahamnya. Fungsi psikososial juga tidak terganggu seperti pada mereka dengan psikosis atau skizofrenia.

Hal yang bisa merusak fungsi keseharian normal adalah bila gangguan delusional menjadikan orang menjadi begitu sibuk dengan delusi mereka sehingga ketenangan kehidupan mereka jadi terganggu.  Gangguan biasanya merupakan akibat langsung dari keyakinan delusional tersebut. Misalnya, merasa bahwa ia diintai, sehingga selalu cemas untuk bepergian.  Merasa bahwa pasangannya selingkuh, sehingga selalu cemas dan cemburu soal itu.

Gangguan delusional ini umum terjadi pada mereka yang berusia paruh baya atau lansia, dan menjadi bagian dari gejala pikun. Bila gangguan delusional terjadi pada lansia, sering disebut sebagai paraphrenia yang  mungkin berdampingan dengan gejala demensia ringan. Praktisi medis harus berhati-hati agar dapat membedakan pernyataan pasien demensia yang sedang berdelusi dari kejadian sebenarnya yang terjadi. 

Jadi menentukan apakah seseorang mengalami gangguan delusional, harus dipastikan bahwa:
1. Waham sudah bertahan selama minimal 1 bulan terakhir
2. Tidak pernah dinyatakan mengalami skizofrenia yang mencakup bukan hanya delusi, tapi adanya halusinasi, pembicaraan yang inkoheren atau tidak logis, perilaku yang tidak teratur hingga katatonik, hilangnya emosi (menjadi datar), dll.
3. Ia masih bisa berfungsi dalam keseharian seperti layaknya orang normal
4. Suasana hati berubah terkait waham, tapi ledakan emosi berlangsung dalam jangka waktu pendek dibanding lamanya keyakinan delusional itu sendiri dipegang.
5. Tidak dikarenakan penggunaan obat-obatan atau karena masalah medis pada tingkat fisik atau fisiologis  
Untuk melakukan diagnose dibutuhkan penilaian klinis, riwayat secara menyeluruh, analisa kondisi yang bisa menjadi penyebab munculnya delusi (misalnya, penyalahgunaan obat-obatan tertentu, penyakit Alzheimer, gangguan obsesif-kompulsif, delirium, dan gejalah skizofrenia lainnya). Penderita akan dianggap berbahaya berdasarkan sejauh mana mereka bersedia untuk bertindak karena khayalannya. Atau, seberapa jauh khayalannya ini bisa menyakiti orang lain. (Joyce D Gordon)